Masalah ketika seorang debitur gagal melakukan pembayaran utangnya ke bank sering terjadi. Hal ini membuat bank berada dalam kondisi yang tidak sehat. Kegagalan debitur dalam membayar utang disebut sebagai NPL. NPL adalah non-performing loan karena lewat dari pembayaran.

Kondisi ini akan mengakibatkan debitur wajib membayar bunga. Tingkat bunganya akan beragam sesuai dengan perjanjian atau peraturan yang berlaku. Untuk memahami lebih jauh tentang non performing loan, berikut adalah pengertian, faktor, cara menghitung, dan masalah akibat NPL.

Pengertian NPL

NPL Adalah

NPL adalah kondisi ketika debitur sebuah bank atau lembaga keuangan yang memberikan pinjaman tidak dapat membayar debitnya tepat waktu. Lewatnya jangka pembayaran adalah alasan mengapa HPL terjadi. Kualitas kreditnya menjadi macet dan keuangan bank pun bisa jadi tidak stabil.

Secara spesifik, NPL adalah sebuah indeks yang dikenal pada lembaga keuangan seperti bank. Kualitas dan kinerja sebuah bank akan baik jika rasionya di bawah 5%. Lebih dari itu, kredit macet akan membuat kualitas bank menurut karena adanya penurunan aset.

Itu sebabnya, perhitungan NPL menjadi hal yang penting bagi lembaga keuangan. Secara umum, lembaga keuangan akan menghitungnya berdasarkan jumlah netto. Pasalnya, NPL menjadi acuan Bank Indonesia dalam menilai risiko kredit dan fungsi bank secara keseluruhan.

Cara Menghitung NPL di Indonesia dan Kategorinya

Rumus untuk menghitung NPL perlu dipahami karena akan menentukan level dari keuntungan yang akan didapatkan. Di Indonesia, rumus NPL sudah diatur dalam peraturan nomor 06/10/PBI/2004 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada 12 April 2004.

Tujuan utama dari perhitungan adalah menghindari risiko kerugian akibat kredit yang dijalani oleh mereka. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Rasio NPL = (total NPL / total kredit) x 100%

Dari angka tersebut, maka akan keluar persentasenya. Bank Indonesia sendiri sudah menyatakan dalam peraturannya, bahwa NPL yang sehat adalah di bawah 5%. Selebihnya, dimasukkan ke dalam beberapa kategori. Kategori tersebut di antaranya adalah:

  • Sangat sehat: apabila NPL < 2%
  • Sehat: apabila 2% < NPL < 5%
  • Cukup sehat: apabila 5% <NPL < 8%
  • Kurang sehat: apabila 8% < NPL < 12%
  • Tidak sehat: apabila NPL > 12%

Penyebab Status NPL

Penyebab Status NPL

1. Adanya praktik kolusi

Kolusi di pihak bank sangat mungkin terjadi. Praktik yang satu ini sangat merugikan karena bank tidak melihat kualitas debiturnya. Mereka menilai bahwa dengan alasan koneksi dan kenalan, mereka bisa memberikan kredit.

Saat debitur tersebut melakukan gagal bayar, bank pun tidak bisa berbuat banyak. Akibatnya, portfolio bank menjadi sangat jelek. Umumnya, praktik kolusi ini dilakukan oleh pejabat bank karena mereka memiliki kewenangan untuk persetujuan pinjaman.

2. Adanya bencana

Bencana juga bisa menjadi salah satu alasan mengapa bank bisa mengalami non-performing loan. NPL adalah hal yang wajar terjadi saat bencana,karena debitur kehilangan asetnya seperti kebanjiran atau kebakaran. Angsuran ke bank pun menjadi tertunda.

3. Kesalahan analisis

Kesalahan yang satu ini bisa dihindari apabila pihak bank bisa melakukan analisis. NPL adalah sebuah kejadian ketika bank tidak bisa mengetahui kondisi debiturnya secara pasti. Akibatnya, debitur mengalami kesusahan bayar. Itu sebabnya, kompetensi staf bank sangat penting dalam hal ini.

4. Masalah kedisiplinan

 Kedisiplinan dari debitur merupakan sebuah faktor dari non-performing loan. Apabila debitur sama sekali tidak disiplin meskipun sebenarnya bisa membayar utang, maka kredit macet pun akan terjadi. Bisa pula debitur menggunakan uangnya untuk hal yang melenceng dari rencana awal.

5. Proyek terganggu

NPL adalah kasus yang bisa terjadi manakala proyek yang dikerjakan oleh debitur tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, mereka tidak bisa mendapatkan keuntungan atau pembayaran tepat waktu. Hal ini juga menjadi penyebab utama dari non-performing loan yang banyak terjadi.

6. Konflik internal

Masalah lain yang bisa timbul dari NPL adalah konflik internal. Konflik bisa jadi tidak bisa diselesaikan tepat waktu, sehingga kredit macet tidak bisa dihindari. Kasus konflik ini biasanya melibatkan pihak bank dengan badan usaha yang berasal dari debitur.

Masalah Akibat Adanya NPL

Masalah Akibat Adanya NPL

1. Likuiditas

Akibat utama dari NPL adalah tentang performa likuiditas dari lembaga keuangan itu sendiri. Bank memiliki kewajiban untuk membayar pihak ketiga yang menjadi pegawai perusahaan. Jika likuiditasnya terganggu, maka bank juga akan berpotensi gagal bayar meskipun wajib.

Akibat adanya kredit macet, rasio aktiva tidak lancar pada bank akan menjadi lebih tinggi dan aktiva lancarnya menjadi berkurang. Hal ini disebabkan sebagian uang perusahaan masih berada di tangan para debitur. Likuiditas yang tinggi menjadi ciri bahwa perusahaan tersebut sehat.

Di sisi lain, likuiditas adalah sebuah acuan yang bisa menarik investasi dari investor. Apabila likuiditasnya sangat minim, maka perusahaan bisa dikatakan tidak sehat. Itu sebabnya, NPL harus menjadi faktor yang bisa dihindari oleh lembaga keuangan.

2. Rentabilitas

Rentabilitas menjadi salah satu faktor yang penting. Artinya, bank atau lembaga keuangan mampu menghasilkan laba yang cukup baik dari modal yang pernah diterima. Modal bisa berasal dari tangan asing atau investor maupun modal sendiri yang menjadi milik pribadi perusahaan.

Pasalnya, apabila NPL adalah sebuah kasus karena debitur yang kerap menghindar saat ditagih angsurannya, kredit macet pun menjadi masalah yang besar. Bukan laba yang didapatkan oleh perusahaan melainkan kerugian berupa kredit macet serta efeknya.

Pihak bank harus mampu melakukan sebuah perencanaan yang tepat dengan menghitung margin dan gross profit margin. Selain dua faktor lainnya, bank juga perlu memperhitungkan ROI (Return of Investment). Hal ini berguna untuk menutup biaya yang keluar.

3. Solvabilitas

NPL adalah salah satu penyebab dari masalah solvabilitas. Solvabilitas adalah kemampuan bank untuk menjalankan fungsinya sebagai pemodal untuk diberikan kepada debitur. Apabila debitur melakukan gagal bayar, maka mereka pun tidak lagi memiliki modal.

Masalah ini akan memicu berbagai masalah lainnya yang terjadi di bank. Berkurangnya modal menyebabkan bank tidak lagi mampu memutar roda bisnis dan ekonominya. Hal ini bisa diminimalisir dengan mengurangi beragam faktor penentu terjadinya non-performing loan.

4. Nilai perusahaan atau perbankan

Apabila NPL adalah sebuah kasus yang tidak bisa dihindari oleh lembaga keuangan, maka dampak negatifnya adalah perputaran bisnis yang tidak maksimal. NPL yang baik adalah saat rasionya kurang dari 5%. Lebih dari presentasi tersebut bisa dikategorikan keuangannya tidak sehat.

Jika bank yang mengalami hal ini hanya sedikit, maka hal tersebut hanya akan menjadi masalah untuk bank. Berbeda jika hal ini terjadi pada banyak bank. Buruknya non-performing loan bisa memicu keruntuhan sistem ekonomi dari negara tersebut.

5. Modal sendiri

Dampak negatif lain yang bisa dialami sebuah bank akibat non-performing loan adalah harus keluarnya modal sendiri. Hal ini berdampak pada jumlah CAR yang dimiliki oleh lembaga keuangan. Modal sendiri ini pun perlu dikeluarkan untuk biaya operasional atau beban bayar di muka.

Apabila bank harus sampai mengeluarkan modal sendiri, artinya mereka tidak bisa menanggulangi risiko akibat rasio NPL yang dialami. Perputaran modal yang keluar dari dana sendiri hanya akan menyulitkan perusahaan. Kondisi keuangan bank bisa makin parah dengan kenaikan rasio NPL.

Cara Menyelesaikan NPL

Cara Menyelesaikan NPL

Ada berbagai cara yang direkomendasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk Indonesia, sehingga bank bisa menghindari risiko non-performing loan. Peraturan ini tercantum dalam nomor 11/POJK.03/2020 yang diterbitkan pada tahun 2020. Caranya adalah sebagai berikut:

1. Meninjau syarat kredit

Penting bagi sebuah bank untuk meninjau kembali persyaratan kredit yang diberikan kepada debitur. Dengan memperketat syarat, risiko NPL adalah lebih kecil dari sebelumnya. Bank bisa menyelesaikan masalah NPL yang dahulu dan bisa terhindar dari masalah di masa depan.

2. Melihat agunan

Saat debitur mengajukan angsuran, biasanya mereka akan diminta untuk meletakkan agunan. Agunan bisa diambil oleh bank apabila terjadi NPL. Bank perlu memastikan kepemilikan agunan usaha untuk diambil sebagai risiko. Nilai agunan juga harus berharga untuk menjaga kredibilitas.

3. Cara menangani kredit

Staf yang terjun langsung untuk meninjau kondisi pada calon debitur harus bisa mengetahui cara menangani kredit. Hal ini termasuk ke dalam strategi pemulihan kredit sehingga kondisi keuangan bank menjadi lebih sehat dan berbagai risiko yang menyertainya bisa diminimalisir.

4. Persetujuan debitur

Debitur wajib menyetujui apa yang disediakan dalam kontrak bank. Di sisi lain, NPL adalah perkara yang bisa dihindari apabila debitur bisa jujur jika ada keberatan dengan poin-poin yang ditawarkan oleh pihak bank. Ini adalah bentuk itikad baik, sehingga kedua belah pihak sama-sama untung.

5. Menurunkan suku kredit

Suku kredit bisa naik dan turun, tergantung dari kondisi ekonomi dalam skala makro. Sebagai bank sentral, maka Bank Indonesia bisa melihat apakah kondisi ini banyak menyerang bank umum. Bank Indonesia bisa menurunkan suku bunga kredit untuk memudahkan para debitur.

6. Meninjau jangka waktu kredit

Jangka waktu kredit bisa menjadi alasan mengapa NPL adalah penyebab utama dari sebuah kemerosotan sebuah bank atau lembaga keuangan. Bank perlu meninjau ulang kemampuan debitur untuk membayar utangnya. Bank perlu bisa menyesuaikan ini sesuai dengan pokok kreditnya.

Kategori dalam Non-Performing Loan

1. Lancar

Kategori ini memiliki arti debitur bisa membayar angsurannya dengan baik. Mereka tidak memiliki tunggakan dengan alasan terlambat dari periode yang ditentukan. Selain pokok, mereka juga bisa membayar bunga kreditnya.

2. Perhatian khusus

Perhatian khusus dalam NPL adalah saat debitur melakukan keterlambatan dalam pembayaran. Namun, periode keterlambatannya masih di bawah 90 hari. Hal ini setidaknya harus berada dalam perhatian bank.

3. Kurang lancar

Arti dari NPL dalam kategori ini adalah saat debitur tidak bisa membayar angsurannya, namun periodenya masih di bawah 120 hari dan lebih dari 90 hari. Mereka hanya bisa membayar sekitar separuh dari pokok dan bunga kredit yang diharuskan.

4. Diragukan

Status ini menandakan bahwa debitur memiliki masalah pembayaran keterlambatan dalam 180 hari. Padahal, 180 hari berarti sudah memasuki masa 6 bulan yang berakibat angsuran di jadwal selanjutnya pun bisa macet.

5. Macet

Di kategori ini artinya debitur sudah tidak mampu membayar pokok angsuran dan kreditnya.

NPL adalah sebuah faktor penting harus harus diperhitungkan oleh bank atau lembaga keuangan yang melakukan pinjaman terhadap nasabah. Debitur bisa mengalami kredit macet dan berakhir dengan bank yang mengalami masalah finansial.