“Uang tidak menciptakan manusia, manusialah yang menciptakan uang”

~Soedono Salim

Nama Sudono Salim mungkin sudah tidak asing di telinga kamu. Sosok pebisnis sekaligus konglomerat asal Tiongkok ini adalah pendiri Salim Group yang terkenal menaungi berbagai sektor usaha. Saat beliau pindah ke Singapura akibat kerusuhan tahun 1998, bisnisnya dialihkan kepada anaknya Anthony Salim. 

Sosok pebisnis dengan nama asli Liem Sioe Liong ini mulai dikenal luas oleh masyarakat karena kedekatannya dengan mantan Presiden Soeharto. Kepemilikan Salim Group meliputi Indosiar, Indofood, Bank Windu Kentjana, BCA, Indomarco, PT Hanurata, PT Bogasari Flour Mills, dan sebagainya.

Biografi Sudono Salim

Sudono Salim

Liem Sioe Liong atau yang lebih dikenal dengan Soedono Salim adalah salah satu konglomerat di Indonesia dan pernah masuk dalam jajaran 100 terkaya di dunia. Diketahui, bahwa Soedono adalah nama yang diberikan oleh Presiden Soeharto, sedangkan Salim merupakan nama keluarga yang beliau pilih.

Soedono Salim lahir dari kalangan keluarga petani di Fuqing, Fujian, China pada tanggal 19 Juli 1916. Masa kecil beliau tidaklah mudah dan bahkan telah putus sekolah di usia 15 tahun.

Pada tahun 1939, sosok pengusaha sukses ini mengikuti jejak kakaknya, yaitu Liem Sioe Hie merantau ke Indonesia dengan menumpangi sebuah kapal dagang Belanda. Setelah mengarungi lautan selama sebulan, Soedono Salim tiba di Surabaya dan terlantar selama empat hari.

Setelah dijemput kakaknya, Soedono Salim dibawa ke Kudus dan kemudian bekerja sebagai buruh pada pabrik tahu dan kerupuk. Di Kudus pula, Soedono Salim muda berkenalan dengan gadis asal Lasem yang bersekolah di lembaga Belanda Tionghoa, yaitu Lie Las Nio yang kelak menjadi istrinya.

Karena tekadnya yang besar untuk mengubah nasib, beliau kemudian terjun ke bisnis jual beli cengkeh serta tembakau menggunakan bantuan modal dari mertuanya. Pada usia 25 tahun, beliau berhasil menjadi juragan cengkeh paling sukses di Kudus.

Liem melihat tingginya permintaan rokok kretek di pasaran sebagai sebuah peluang bisnis. Beliau kemudian memutuskan mengembangkan sayap usahanya dengan menjalin relasi perkebunan cengkeh hingga ke pulau Sumatera dan Sulawesi.

Hanya saja, kedatangan Jepang ke Indonesia membuat usaha yang dirintis oleh Liem sejak awal tersebut tidak bertahan lama. Pada masa tersebut, semua aktivitas ekonomi di Indonesia dihentikan, sehingga berdampak terhadap bisnis cengkeh milik Soedono Salim yang terpaksa gulung tikar.

Lebih kurang 3 tahun bisnis Liem mengalami keterpurukan, hingga pada masa kemerdekaan di tahun 1945 ketika Jepang hengkang dari Indonesia. Soedono Salim kembali merealisasikan ide bisnisnya.

Perjalanan Karir Liem Sioe Liong

Perjalanan Karir Liem Sioe Liong

Dalam menjalankan bisnisnya, Sudono Salim mengalami banyak sekali hambatan dan berdampak terhadap pasang surut usaha yang digelutinya. Apalagi, mengingat bahwa awal beliau merintis bisnis situasi ekonomi dan politik di negara ini belum stabil karena dalam masa transisi ke kemerdekaan.

Meskipun sempat bangkrut pada masa kedudukan Jepang di Indonesia. Akan tetapi, setelah Ibu Pertiwi merdeka dari penjajah, semangat Liem untuk kembali berbisnis juga semakin bergelora.

Di bawah ini adalah perjalanan bisnis Soedono Salim pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945:

Merintis Bisnis Pasca Perang

Berbeda dengan mayoritas orang, setelah bisnisnya lenyap akibat perang, bukannya menyerah Soedono justru melihat situasi pasca perang memiliki potensi usaha yang tidak boleh disia-siakan.

Melihat tingginya kebutuhan logistik, obat-obatan, dan persenjataan, Liem mencari relasi ke berbagai wilayah yang kemudian membawanya bertemu ayah dari Ibu Fatmawati (Istri Bung Karno).

Berkenalan dengan Tokoh Tokoh Penting Indonesia

Saat bisnis penyediaan logistik tentara yang ditekuni Soedono Salim mulai berkembang, beliau banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh penting di ketentaraan. Diantaranya adalah Letnan Kolonel Soeharto dan Mayor Kemal Idris.

Pada tahun 1950, Soedono Salim memutuskan untuk bermigrasi ke Jakarta dan tetap mengembangkan bisnis penyediaan logistiknya, terutama untuk TNI AD. Di tahun yang sama, beliau juga membangun sebuah pabrik sabun yang diperuntukkan bagi kebutuhan tentara serta beberapa pabrik lainnya.

Terjun ke Bisnis Perbankan

Kejelian Soedono Salim dalam menangkap peluang bisnis memang tidak perlu diragukan lagi. Tidak lama setelah mendirikan pabrik, Liem tidak hanya berhenti sampai disitu. Beliau bahkan mulai mengambil langkah lebih jauh dengan melirik usaha di bidang perbankan.

Hal tersebut juga didasari kondisi banyaknya konsumen Liem yang tidak dapat melakukan pembayaran secara tunai ketika membeli produk. Jadi, solusinya adalah dengan kredit.

Tepat pada tahun 1957, Sudono Salim mendirikan Central Bank Asia yang dikemudian hari dikenal sebagai Bank Central Asia (BCA), tepatnya di tahun 1960.

Mendirikan PT Bogasari

Pada tahun 1960-an, sosok yang akrab disapa Om Liem ini kembali mengamati peluang usaha lain yang berpotensi mendatangkan pundi-pundi rupiah. Salah satunya adalah kebutuhan pangan masyarakat Indonesia yang didominasi oleh nasi, padahal beliau menganggap ada banyak sumber bahan pangan lain.

Liem mengatakan, bahwa rakyat Indonesia memerlukan alternatif sumber pangan. Hal tersebut pula yang mengantarkan beliau untuk membuka usaha dagang tepung terigu, yaitu PT Bogasari di tahun 1968.

Mengembangkan Bisnis di Bidang Ekspor Impor

Masih di tahun 1968, Soedono Salim diperkenalkan kepada sesama pebisnis dari Fujian, China oleh Presiden Soeharto. Pebisnis tersebut adalah Djuhar Sutanto yang pernah tinggal di Kudus.

Setahun setelah perkenalan, kedua pebisnis ini sepakat mendirikan perusahaan yang bergerak pada bidang usaha ekspor impor komoditas, seperti gandum yang merupakan bahan baku terigu. Proses ekspor impor diwadahi oleh perusahaan yang mereka dirikan, yaitu CV Waringin Kentjana.

Di CV Waringin Kentjana, saat itu Liem menduduki jabatan sebagai chairman, matanya yang jeli melihat potensi seorang pemuda bernama Ibrahim Risjad yang kemudian diangkatnya menjadi direktur keuangan. Di kemudian hari, Ibrahim sukses mengembangkan perusahaannya sendiri yaitu, Grup Risjadson.

Bisnis Mie Instan

Salim Group terkenal sebagai induk perusahaan yang menaungi PT Indofood atau produsen dari merek Indomie. Namun, sebenarnya produk mie instan tersebut bukanlah buatan Salim Group, karena produk mie instan yang diproduksi grup ini pada awalnya adalah Sarimi.

Di tahun 1960-an, Supermi dari PT Lima Satu Sankyu merupakan produk mie instan terpopuler di Indonesia. Saat itu, PT Sanmaru Food Factoring meluncurkan Indomie sebagai kompetitor dari Supermi.

Ketika permintaan produk mie instan menurun drastis, Sudono Salim mengajak pemilik PT Sanmaru bermitra, tujuannya untuk menghindari potensi kerugian. Pada tahun 1974, Salim Group berhasil memperoleh 43% saham Indofood, dan dilanjutkan mengakuisisi saham seluruh sahamnya di tahun 1986.

Cikal Bakal Salim Group

Cikal Bakal Salim Group

Bersama Risjad, Djuhar, dan Sudwikatmono, Soedono Salim mendirikan perusahaan semen yang diberi nama PT Indocement, tepatnya pada tahun 1974. Beranjak ke tahun 1990, Om Liem kembali mendirikan perusahaan makanan, yaitu PT Panganjaya Intikusuma yang dikemudian hari dikenal sebagai PT Indofood.

Di masa tersebut, PT Indofood hanya fokus mengembangkan bisnis pada bidang produksi tepung terigu dan makanan. Sementara itu, di bawah kepemimpinan Anthony Salim, PT Indofood mengembangkan sayap hingga ke industri agribisnis, termasuk karet, tebu, CPO, dan sebagainya.

Mempertahankan Bisnis di Era Krisis Moneter

Krisis moneter pada tahun 1998 yang melanda Indonesia memang memberikan dampak signifikan pada berbagai aspek, termasuk bisnis. Salim Group harus kehilangan dua aset utama, yaitu Indocement yang diakuisisi Heidelberg dan BCA berhasil direbut oleh Djarum Group.

Reformasi politik dan krisis ekonomi berhasil membuat kekayaan Salim Group menurun, ketika rumahnya yang terletak di Gunung Sahari dijarah, ayah empat anak ini memilih bertolak ke Singapura.

Tidak hanya itu, krisis moneter 1998 juga berhasil menjatuhkan Salim Group. Bahkan, beliau harus menyerahkan 108 perusahaan miliknya kepada pemerintah untuk membayar hutang Rp52,7 triliun, namun berhasil mempertahankan Indofood yang saat ini dipimpin Anthony atau putra bungsu Soedono Salim.

Masa Pensiun dan Wafatnya Sudono Salim

Pasca krisis 1998, Om Liem meletakkan jabatannya kemudian menyerahkannya kepada Anthony Salim serta menantunya, yaitu Franciscus Welirang. Sementara itu, Soedono Salim menetap di Singapura hingga menghembuskan nafas terakhirnya di usia ke-95 tahun pada tanggal 10 Juni 2012.

Rahasia Kesuksesan Liem Sioe Liong alias Soedono Salim

Rahasia Kesuksesan Liem Sioe Liong alias Soedono Salim

Perjalanan Soedono Salim dalam dunia bisnis memang penuh dengan jatuh bangun. Apalagi, mengingat latar belakang keluarganya yang sama sekali tidak memiliki riwayat menjalankan usaha.

Lantas, bagaimana cara Soedono Salim dapat mempertahankan bisnisnya di tengah situasi negara yang tidak stabil dan berhasil menjadikannya sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia? Intip kiat sukses ala Soedono Salim hanya di bawah ini.

Perencanaan Matang

Dalam berbisnis, jangan gegabah memproduksi suatu produk, namun buatlah perencanaan sematang mungkin. Pertama, dengan mencari tahu produk yang diperlukan pasar, kemudian barulah menyediakan produk tersebut lalu menjualnya ke pasaran.

Sukses Tidak Bisa Diraih Secara Instan

Dari perjalanan hidup dan karir Soedono Salim, kita bisa belajar mengenai satu hal penting, yaitu bahwa kesuksesan tidak bisa diraih secara instan. Semua hal membutuhkan proses, termasuk dalam meraih tujuan.

Mendukung Potensi Orang Lain

Om Liem memang terkenal sebagai sosok pebisnis sukses yang tidak pelit ilmu. Beliau bahkan tidak segan untuk mendukung dan mengajarkan apa yang diketahuinya kepada orang yang dianggap memiliki potensi.

Soedono Salim senang menolong dan berbagi ilmu kepada orang lain. Banyak anak didiknya yang saat ini sukses mengembangkan bisnisnya masing-masing, seperti Mochtar Riady (Lippo Group), Sudwikatmono (Indika Group), dan Ibrahim Risjad (Risjadson Group).

Menjalin Relasi

Salah satu modal utama dalam membangun bisnis adalah menjalin relasi dengan banyak orang. Soedono Salim sangat mahir menjalin koneksi dengan orang lain, dan bahkan beliau tidak pernah pilih-pilih teman.

Memiliki Keyakinan Terhadap Apa yang Dikerjakan

Saat datang bermigrasi ke Indonesia di usia belasan tahun, Soedono Salim hanya bermodalkan tekad dan keyakinan saja. Akan tetapi, hal tersebut pula yang berhasil membawa beliau kepada kesuksesan.

Sudono Salim merupakan sosok tokoh inspiratif dalam dunia perekonomian dan pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia, bahkan Asia di zamannya. Kegigihan Om Liem dalam meraih kesuksesan memang cock dijadikan panutan, dari yang awalnya bukan apa-apa menjadi sosok paling diperhitungkan.