Pernah dengar istilah βbuy on rumor, sell on newsβ? Nah, ternyata ada juga strategi yang lebih simpel dan… cuma butuh kalender! π
Namanya End of Month Strategy β alias strategi akhir bulan. Intinya, kamu beli saham beberapa hari sebelum akhir bulan dan jual di awal bulan berikutnya. Kenapa? Karena banyak institusi atau fund manager yang doyan beres-beres portofolio di akhir bulan buat laporan ke klien mereka. Ini sering bikin harga saham naik secara teknikal, walaupun cuma sementara.
Strategi ini cukup populer di pasar saham luar, terutama di AS. Tapi… gimana hasilnya kalau kita terapkan di IHSG? Bisa cuan juga nggak? Yuk, kita kulik bareng!
Kenapa Akhir Bulan Bisa Jadi βWaktu Emasβ?
Banyak yang nggak sadar, tapi akhir bulan itu bukan tanggal biasa di dunia pasar modal. Ada beberapa alasan kenapa harga saham sering naik di periode ini:
πΉ Window dressing: Fund manager ingin portofolio mereka kelihatan kinclong saat ditutup, jadi mereka ngeborong saham-saham bagus biar nilai naik.
πΉ Rebalancing portofolio: Beberapa institusi rutin menyesuaikan komposisi aset setiap akhir bulan, misalnya karena peraturan atau strategi internal.
πΉ Distribusi gaji & bonus: Dana segar masuk ke pasar dari investor ritel saat gajian, terutama di awal bulan.
πΉ Efek psikologis: Banyak trader yang βngejar target bulananβ atau buka posisi baru untuk bulan berikutnya.
Semua ini menciptakan tekanan beli yang sering bikin harga saham nanjak ringan β cukup buat swing trader atau investor jangka pendek ambil untung.
Tapi… benarkah ini juga berlaku di IHSG? Apakah investor Indonesia juga “ikut-ikutan”? Atau cuma berlaku di AS?
Di bagian selanjutnya, kita bahas gimana cara menguji strategi ini secara objektif lewat backtest di saham Indonesia. Stay tuned! π
Cara Backtest Strategi di IHSG
Kalau cuma teori doang, semua strategi bisa kelihatan keren. Tapi kita nggak mau terjebak asumsi, kan? Karena itu, saya jalankan backtest strategi ini di pasar saham Indonesia. Tujuannya: lihat seberapa konsisten strategi ini bisa kasih cuan β atau malah jebakan manis.
π Periode Data
Saya pakai data harian dari IHSG dan saham-saham terpilih selama 10 tahun terakhir (2015β2024). Durasi ini cukup panjang buat menangkap siklus pasar naik-turun, termasuk era pandemi dan masa pemulihan setelahnya.
βοΈ Aturan Strategi:
Simpel banget, bahkan bisa kamu catat di kalender:
-
Buy: 5 hari bursa sebelum akhir bulan.
-
Sell: 3 hari bursa setelah awal bulan berikutnya.
Contoh: kalau akhir bulan jatuh di tanggal 31, maka beli di tanggal 24β25 dan jual sekitar tanggal 3β4 bulan berikutnya. Tentu kita sesuaikan juga dengan hari libur atau cuti bersama biar tetap akurat.
Strategi ini nggak pakai indikator ribet. Fokus utamanya adalah waktu, bukan teknikal atau fundamental.
π Saham yang Diuji
Selain melakukan backtesting pada IHSG, saya juga akan melakukan backtest pada beberapa saham liquid yang selalu menjadi langganan LQ45 seperti saham BBCA, TLKM, ASII dan ADRO.
Saya akan menguji saham dari beberapa sektor untuk menguji apakah strategi ini valid atau tidak.
Hasil Backtest: Menggiurkan atau Mengecewakan?
Oke, saatnya lihat kenyataan. Kita udah bahas teorinya, udah set aturan mainnya. Sekarang… gimana performa strategi End of Month ini kalau diterapkan langsung ke IHSG? π
π Hasil Backtest 10 Tahun Terakhir dengan IHSG
Saya uji strategi ini terhadap indeks IHSG selama periode 2015β2025, dengan asumsi kita hanya masuk pasar 5 hari sebelum akhir bulan dan keluar 3 hari setelah awal bulan. Jadi bukan full invested, ya β hanya sekitar 40% waktu kita βtereksposβ pasar.
Hasilnya? Cukup menarik:
-
Return tahunan strategi EoM: 2.9%
-
Return tahunan buy & hold IHSG: 3.05%
Selisihnya tipis banget, cuma 0.15% per tahun. Tapi yang bikin strategi ini menarik bukan dari return-nya aja.
π Lebih Aman? Lihat Drawdown-nya
-
Drawdown strategi EoM: -26.25%
-
Drawdown buy & hold: -41.14%
Artinya, strategi ini berhasil menghindari beberapa momen jatuh bebas IHSG β misalnya saat pandemi atau koreksi tajam lainnya. Cocok buat kamu yang lebih takut rugi daripada serakah cuan π
π° Simulasi: Uang 100 Juta Jadi Berapa?
Kalau kamu mulai dengan modal 100 juta, maka:
-
Strategi End of Month: jadi 133 juta
-
Buy & hold: jadi 135 juta
Bedanya cuma 2 juta dalam 10 tahun. Tapi strategi ini lebih sedikit stresnya, karena kamu nggak selalu di pasar dan drawdown-nya juga lebih rendah.
π§Ύ Catatan penting: Semua hasil ini sudah terhitung biaya transaksi beli 0.15% dan jual 0.25%. Jadi data di atas udah realistis dan bisa jadi bahan pertimbangan nyata.
Jadi, secara performa mungkin nggak bikin kaya mendadak, tapi untuk strategi sesimpel “ngikutin kalender,” hasilnya cukup solid. Apalagi buat kamu yang nggak mau ribet pantau market tiap hari.
π Hasil Backtest 10 Tahun Terakhir dengan BBCA
IHSG memang cocok buat ngecek arah pasar, tapi… kita semua tahu IHSG nggak bisa dibeli langsung. Jadi biar lebih aplikatif, saya uji strategi ini ke salah satu saham paling likuid dan stabil di Indonesia: BBCA.
Kenapa BBCA? Karena saham ini termasuk benchmark-nya saham Indonesia β banyak dimiliki institusi, pergerakannya stabil, dan secara teknikal juga menarik.
π Hasil Strategi End of Month di BBCA (2015β2024):
-
Return strategi EoM: 10.56% per tahun
-
Return buy & hold: 13.85% per tahun
Memang, hasilnya masih kalah dibandingkan kamu beli dan tahan terus. Tapi jangan buru-buru kecewa, mari kita lihat drawdown-nya.
-
Drawdown strategi EoM: -26.79%
-
Drawdown buy & hold: -35.36%
Jadi seperti halnya di IHSG, strategi EoM di BBCA juga berhasil ngurangin risiko saat pasar jatuh. Ini penting buat investor yang nggak kuat mental kalau liat portofolionya merah dalam-dalam π¬
π° Simulasi: 100 Juta Jadi Berapa?
-
End of Month: jadi 273 juta
-
Buy & Hold: jadi 365 juta
Selisihnya lumayan besar, tapi perlu dicatat bahwa strategi EoM nggak selalu dalam posisi β kita cuma masuk pasar sekitar sepertiga waktu total. Artinya: lebih sedikit risiko, lebih banyak cash di tangan, dan tetap tumbuh walau nggak maksimal.
π Hasil Backtest 10 Tahun Terakhir dengan TLKM
Kali ini kita coba cek strategi End of Month di saham TLKM, si raksasa telekomunikasi Indonesia yang sering disebut-sebut sebagai βsaham sejuta umat.β Stabil, likuid, dan banyak diborong investor ritel maupun institusi.
Nah, gimana hasilnya kalau kita apply strategi kalender ini ke TLKM selama 2015β2024?
π Hasilnya cukup mengejutkan:
-
Return End of Month Strategy: 5.26% per tahun
-
Return Buy & Hold: -0.54% per tahun
Strategi ini unggul telak. Dalam 10 tahun terakhir, kalau kamu cuma duduk manis dan pegang TLKM terus-terusan, malah boncos tipis. Tapi kalau kamu cuma masuk pasar 5 hari sebelum akhir bulan dan jual 3 hari setelah awal bulan, hasilnya beda cerita.
π° Simulasi Modal 100 Juta:
-
Strategi EoM: jadi 167 juta
-
Buy & Hold: nyusut jadi 95 juta
Dengan strategi sederhana ini, kamu bisa hindarin masa-masa buruk TLKM dan tetap dapat pertumbuhan. Nggak perlu mantengin chart tiap hari, cukup rutin lihat kalender. π
π Drawdown:
-
EoM Strategy: -43.59%
-
Buy & Hold: -47.29%
Risikonya tetap ada, tapi lebih ringan dibandingkan tahan terus sahamnya sepanjang dekade.
π Hasil Backtest 10 Tahun Terakhir dengan ASII
Selanjutnya kita uji strategi End of Month di saham ASII β raksasa otomotif dan konglomerat multibisnis yang udah lama jadi blue chip kebanggaan banyak investor.
Tapi sayangnya… performa jangka panjang ASII selama 10 tahun terakhir ternyata agak mengenaskan π¬
π Hasil Strategi vs Buy & Hold (2015β2024):
-
Return strategi EoM: 4.07% per tahun
-
Return buy & hold: -4.04% per tahun
Strategi End of Month sekali lagi menyelamatkan portofolio dari kerugian. Walaupun return-nya nggak luar biasa, setidaknya masih positif dan stabil.
π° Simulasi Modal 100 Juta:
-
Strategi EoM: jadi 149 juta
-
Buy & Hold: turun jadi 66 juta
Yup, kamu kehilangan hampir separuh modal kalau nekat pegang ASII tanpa strategi. Tapi kalau pakai pendekatan time-based ini, kamu tetap bisa tumbuh meski pelan.
π Drawdown:
-
EoM Strategy: -38.07%
-
Buy & Hold: -64.15%
Drawdown buy & hold-nya bikin ngeri. Strategi EoM terbukti jauh lebih defensif β cocok buat kamu yang nggak tahan lihat portofolio merah tua.
π Hasil Backtest 10 Tahun Terakhir dengan ADRO
Nah, sekarang kita coba masuk ke saham sektor komoditas β ADRO, salah satu pemain besar di pertambangan batu bara. Biasanya sektor ini dikenal volatile, tapi… justru di sinilah strategi End of Month bersinar terang. β‘
π Return dan Drawdown (2015β2024):
-
Return strategi EoM: 21.82% per tahun
-
Return buy & hold: 8.86% per tahun
Hasilnya? Nggak main-main. Strategi EoM berhasil ngakalin volatilitas ADRO dan memaksimalkan momentum bulanan secara konsisten.
π° Simulasi Modal 100 Juta:
-
End of Month: jadi 719 juta
-
Buy & Hold: jadi 234 juta
Ini contoh nyata di mana strategi sederhana bisa ngalahin strategi pasif jauh-jauh. Bedanya lebih dari 3Γ lipat dalam 10 tahun!
π Drawdown:
-
EoM Strategy: -45.58%
-
Buy & Hold: -74.8%
Walaupun drawdown-nya masih lumayan dalam, strategi EoM tetap jauh lebih aman dibandingkan kamu pegang ADRO terus-terusan. Ini penting banget buat sektor tambang yang sering βroller coasterβ.
β Kesimpulan: Layak Diterapkan?
β οΈ Hati-Hati: 10 Tahun Bagus, 20 Tahun Belum Tentu
Walaupun strategi End of Month terlihat cukup berhasil dalam 10 tahun terakhir, hasilnya bisa berbeda jauh kalau kita tarik lebih panjang ke belakang yaitu 20 tahun.
Contohnya di saham BBCA:
-
Return strategi EoM (2005β2024): 14.21% per tahun
-
Buy & Hold: 20.50% per tahun
Drawdown memang lebih rendah dengan strategi (EoM -26.83% vs Buy & Hold -45.38%), tapi secara total return, strategi ini malah ketinggalan jauh. Jadi, semakin panjang horizon waktunya, semakin kelihatan bahwa pemilihan saham berkualitas tinggi bisa mengalahkan timing strategi.
Jadi ketika kita memilih saham yang bagus, walaupun drawdownnya lebih tinggi tapi return yang didapatkan juga akan lebih tinggi pula, terutama untuk jangka panjang.
π― Intinya?
Strategi ini bisa bantu mengurangi risiko dan menstabilkan portofolio β tapi bukan pengganti dari pemilihan saham yang bagus.
Return bagus biasanya datang dari saham bagus, bukan cuma dari strategi pintar.
Kalau kamu bisa kombinasikan saham yang kuat secara fundamental dengan strategi EoM yang defensif, hasilnya bisa jauh lebih optimal. Tapi kalau kamu pakai strategi ini di saham βsalah,β ya hasilnya tetap bisa jelek β bahkan rugi.